Selasa, 12 April 2011


KONTES INOVATOR MUDA (KIM)
LOMBA KARYA TULIS ILMIAH

EKSISTENSI BATU PANGNGALLE SEBAGAI
KEARIFAN LOKAL TERHADAP PELESTARIAN
TERUMBU KARANG  DI PULAU BALANG LOMPO
KAB. PANGKEP



 








Oleh :
NUR FAIDAH DJAHUDDIN ( 11732 )
RIZKY ALFIRA ( 11781 )
MUAMMAR ANWAR ( 11698 )


SMA NEGERI 1 PANGKAJENE
PROGRAM COREMAP II  PMU KABUPATEN PANGKEP



TAHUN 2009



EKSISTENSI BATU PANGNGALLE SEBAGAI KEARIFAN LOKAL TERHADAP PELESTARIAN TERUMBU KARANG DI PULAU BALANG LOMPO KAB. PANGKEP


Karya Tulis Ilmiah
Diajukan dalam rangka Kontes Inovator Muda 4

PROGRAM COREMAP II  PMU KABUPATEN PANGKEP
Oleh :
NUR FAIDAH DJAHUDDIN
RIZKY ALFIRA
MUAMMAR ANWAR

SMA NEGERI 1 PANGKAJENE KABUPATEN PANGKEP

Telah disetujui oleh Guru Pembimbing dan Kepala SMA Negeri  1 Pangkajene, untuk diikutsertakan  dalam  lomba  Kontes  Inovator  Muda 4
PROGRAM COREMAP II Tingkat SMA Se-Indonesia



Pangkajene,       September 2009
Mengetahui:                                                       Menyetujui:        
Kepala SMA Negeri 1 Pangkajene                 Guru Pembimbing                                                                


Drs. H. Muh. Yusuf Muntu                            Drs. Muh. Ince Bakri                       Nip: 19571231 198303 1 239                        Nip: 19641231 199803 1 044

ABSTRAK
Pada penelitian ini, peneliti membahas mengenai eksistensi Batu Pangngalle sebagai kearifan lokal terhadap pelestarian ekosistem terumbu karang di Pulau Balang Lompo Kabupaten Pangkep. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan secara acak ( Random ). Penelitian ini merupakan penelitian survei karena penelitian ini dilakukan dengan langsung turun kelapangan dengan membagikan angket kepada masyarakat serta wawancara secara langsung dengan tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap memahami tentang objek penelitian.
Batu Pangngalle adalah batu besar yang memiliki lubang yang akan menghisap orang-orang yang berada di daerah batu tersebut. Asal muasal Batu Pangngalle pada waktu dahulu ada seorang pedagang karang yang mendatangi Pulau Balang Lompo, saat itu ombak di sekitar perairan Pulau Balang Lompo menggulung tinggi karena angin yang kencang sehingga perahu pedagang karang itu hampir tenggelam dan memutuskan untuk membuang seluruh karangnya ke laut.
            Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas sebelum digunakan dalam penelitian ini pada 20 orang yang merupakan bagian dari populasi yang tidak menjadi sampel penelitian,dari 13 item yang diuji semuanya dianggap valid dan reliable.
Dari hasil analisis data diperoleh gambaran bahwa eksistensi Batu Pangngalle sebagai kearifan lokal dapat dijadikan sebagai alternative pelestarian ekosistem terumbu karang khususnya di Kabupaten Pangkep.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Karya Ilmiah ini dapat terselesaikan. Karya ini dibuat dalam rangka mengikuti perlombaan Karya Ilmiah yang di adakan oleh COREMAP II.

Berbagai hambatan dan kesulitan penulis hadapai dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini, tetapi berkat rahmat-Nya serta bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, maka atas segala bimbingan, dorongan dan arahannya penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.        Bapak Drs. H. Muh. Yusuf Muntu selaku Kepala SMA Negeri 1 Pangkajene
2.        Bapak Drs. Muh. Ince Bakri selaku guru pembimbing dalam penyusunan karya ilmiah ini
3.        Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pangkep beserta seluruh staf
4.        Ketua  PMU Coremap II Kabupaten Pangkep beserta seluruh staf
5.        Kordinator Publik Awarennes (PA) PMU Coremap II Kab. Pangkep
6.        Kepala Kecamatan Liukang Tupabbiring Selatan Kabupaten Pangkep
7.        Kepala Desa Mattiro Sompe Kecamatan Liukang Tupabbiring Selatan Kabupaten Pangkep
8.        Semua pihak yang telah membantu penyusunan Karya Ilmiah ini.

Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki maka dalam penyelesaian karya ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan serta hal-hal yang kurang berkenan. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan karya ilmiah ini. Dan semoga karya ini dapat memberi manfaat bagi masyarakat dan juga pemerintah.



Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PENGESAHAN............................................................................................. i
ABSTRAK...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A.Latar Belakang........................................................................................... 1
B.Batasan Masalah....................................................................................... 3
C.Tujuan Penelitian...................................................................................... 4
D.Manfaat Penelitian.................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5
A.Pengertian.................................................................................................. 5
B.Pengelolaan Secara Tradisionil............................................................. 6
C.Pengelolaan Sumber Daya Hayati Komunitas Lokal
    Panglima pelaut di Aceh.......................................................................... 7

BAB III METODE PENELITIAN................................................................. 10
A.Waktu dan Tempat.................................................................................... 10
B.Alat dan Bahan.......................................................................................... 10
C.Metode Penelitian..................................................................................... 10
a. Jenis Penelitian............................................................................. 10
b. Populasi dan Sampel................................................................... 10
c. Variabel Penelitian........................................................................ 10
d. Teknik Pengambilan Data........................................................... 11
e. Metode Pengumpulan Data........................................................ 11
D.Analisis Data.............................................................................................. 12

BAB IV.  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................. 13
A.Gambaran Umum Pulau Balang Lompo............................................... 15
B.Sejarah Keberadaan Batu Pangngalle................................................. 15
C.Pengetahuan dan Kepercayaan Masyarakat terhadap
Kearifan Lokal Batu Pangngalle........................................................... 15
D.Sanksi-sanksi Bagi Masyarakat yang Melanggar Batu Pangngalle 18
E.Batu Pangngalle dan Sumber Pendapatan Nelayan......................... 19
F.Batu Pangngalle dan Pelestarian Ekosistem Terumbu Karang....... 21
G.Batu Pangngalle dan Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang
.... Berbasis Konservasi................................................................................ 22

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 26
A. Kesimpulan............................................................................................... 26
B. Saran-saran............................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 28
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Permasalahan dalam perikanan di Indonesia adalah adanya kecenderungan eksploitasi berlebih di daerah pantai, perusakan ekosistem lingkungan pantai terutama penebangan hutan bakau                 ( mangrove ), penggunaan bahan peledak dan potas ( potassium cyanida) dalam penangkapan ikan. Sifat pengelolaan sumber daya yang tebuka       ( open access management ) dan pemilikan secara umum ( common property ) menyebabkan setiap individu bebas masuk dan memanfaatkan secara maksimal sumber daya yang ada tanpa kontrol yang ketat. Meskipun peraturan formal dan hukum positif dalam pengelolaan sumber daya perikanan sudah diterapkan oleh pemerintah, namun pelaksanaan atau implementasinya belum efisien. Hal ini disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum, jangkauan yang terbatas, ketidakmampuan menggunakan kapasitas penduduk lokal, tidak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat, dan menciptakan kondisi ketergantungan masyarakat pada orang luar yang secara perlahan membunuh inisiatif lokal ( Basuki dan Nikijuluw,1997 ).
Pengelolaan perikanan secara tradisional oleh komunitas setempat dianggap sebagai alternatif yang lebih baik dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Hal ini karena nelayan sebagai pengguna utama sumberdaya terlibat langsung dalam pengawasan, pengontrolan dan pelaporan, sehingga mereka lebih merasa bertanggung jawab dan memiliki terhadap aturan-aturan yang telah dibuat. Selain itu melalui pengelolaan seperti ini setidaknya pemerintah bisa memasukkan hukum positif kedalam aturan-aturan adat yang sudah ada, sehingga terbentuklah apa yang dinamakan ko-management. Terbentuknya ko-menejemen karena adanya kerja sama antara lembaga pemerintah dan nelayan/ masyarakat pantai secara kemitraan melaksanakan kewajiban dan otoritas dalam pengelolaan perikanan pantai.
Setidaknya ada tiga jenis pengelolaan perikanan oleh komunitas setempat/loakl yaitu  “ Panglima Laut “ di Aceh, “ Awig-awig“ di Nusa Penida,Bali dan “Sasi“ di Maluku. 
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah salah satu kabupaten yang terletak di utara kota Makassar, dimana wilayah Kabupaten Pangkep terdiri dari 3 kecamatan kepulauan  dengan 117 pulau, 94 berpenghuni dengan jumlah penduduk 51.469 jiwa (34 %) serta 7 kecamatan wilayah pesisir.  Luas laut kab. Pangkep 71.100 km, luas pulau kecil 35.150 ha dan garis pantai 250 km dan luas terumbu karang 36.000 dengan mayoritas pekerjaan masyarakat adalah sebagai nelayan.
Pulau Balang Lompo adalah salah satu pulau yang terletak di Kelurahan Mattiro Sompe Kecamatan Lukang Tupabbiring Selatan Kabupaten Pangkep. Pulau Balang Lompo memiliki batas-batas administratif, Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Mattiro Dolangeng, Sebelah Timur berbatasan dengan Pesisir Kabupaten Pangkep, Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Makassar, Sebelah Barat berbatasan dengan  Desa Mattiro Bone dan Desa Mattiro Adae.
Berdasarkan letak tersebut Pulau Balang Lompo memiliki potensi sumberdaya hayati dan sumberdaya social. Untuk sumberdaya hayati memiliki potensi sumberdaya terumbu karang dan ikan, sedangkan untuk sumberdaya social Pulau Balang Lompo memiliki potensi budaya yakni kearifan local didalam pemanfaatan sumberdaya terumbu karang yang dikenal dengan nama Batu Pangngalle.
Batu Pangngalle dikenal oleh masyarakat sejak dahulu kala hingga sekarang ini dan masih efektif sebagai suatu kearifan local didalam melesrtarikan terumbu karang.
Pulau Balang Lompo memiliki  rataan  terumbu  karang  yang   luas    dengan  substrat  lumpur  berpasir, dari hasil   pengambilan   data  ditemukan persentase  tutupan karang  karang  keras di  Pulau Balang  Lompo   adalah   12 % , 8 % karang  lunak , 4 % alga, 5 % sponge, 27 % hancuran  karang, 2 % untuk   kategori  others, 12 % karang   mati   yang   di  tumbuhi  alga   dan   30 %   pasir. Besarnya   nilai  hancuran  karang  mengindikasikan  bahwa   telah  terjadi  proses   penangkapan  yang  menggunakan  alat  tangkap merusak. Oleh karena itu selain aturan perundang-undangan mengenai pelestarian ekosistem terumbu karang, juga diperlukan suatu aturan yang dapat ditaati oleh masyarakat dan berhubungan dengan adat serta kebiasaan masyarakat setempat. Salah satunya adalah keraifan lokal Batu Pangngalle yang terdapat di Pulau Balang Lompo yang telah diuraikan sebelumnya.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka dilakukan penelitian  sejauh mana eksistensi Batu Pangngalle terhadap pelestarian ekosistem terumbu karang di Pulau Balang Lompo.
B.   Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini antara lain :
1.        Penelitian ini dibatasi untuk mengetahui sejauh mana eksistensi Batu Pangngalle terhadap pelestarian ekosistem terumbu karang di Pulau Balang Lompo Kabupaten Pangkep.
2.        Penelitian ini dibatasi untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kearifan local terhadap pelestarian ekosistem terumbu karang di Pulau Balang Lompo Kabupaten Pangkep.
3.        Penelitian ini dibatasi untuk mengetahui bagaimana hubungan antara eksistensi Batu Pangngalle sebagai kearifan local dengan system pengelolaan ekosistem terumbu karang berbasis konservasi.

C.        Tujuan Penelitian
            Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui sejauh mana eksistensi Batu Pangngalle terhadap pelestarian ekosistem Terumbu Karang di Pulau Balang Lompo Kabupaten Pangkep.
2.      Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kearifan local terhadap pelestarian ekosistem Terumbu Karang di Pulau Balang Lompo Kabupaten Pangkep.
3.      Untuk mengetahui sejauh mana kesamaan antara keberadaan Batu Pangngalle dengan system pengelolan ekosistem Terumbu Karang Berbasis konservasi.
D.       Manfaat Penelitian
            Adapun manfaat penelitian ini antara lain :
1.      Dapat dijadikan sebagai salah satu model alternatif didalam pelestarian ekosistem terumbu karang di Kabupaten Pangkep .
2.      Dapat melestarikan ekosistem terumbu karang di Kabupaten Pangkep.
3.      Dapat memberikan pemahaman bahwa lingkungan alam ini terutama    terumbu karang haruslah dijaga kelestariannya dengan baik.
4.  Sebagai pertimbangan bagi pemerintah Kabupaten Pangkep dalam pelestarian ekosistem terumbu karang, untuk mengambil langkah-langkah pencegahan kerusakan terumbu karang yang semakin memprihatinkan. Sehingga dalam pelestarian terumbu karang bukan hanya beberapa pihak yang terlibat tetapi semua pihak baik itu pemerintah, swasta dan masyarakat.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.   Pengertian
Menurut Dg. Rahim (2009), mengatakan bahwa Batu Pangngalle adalah batu besar yang memiliki lubang yang katanya akan menghisap orang-orang yang berada di daerah batu tersebut. Asal muasal Batu Pangngalle, pada waktu dahulu ada seorang pedagang karang yang mendatangi Pulau Balang Lompo,saat itu ombak di sekitar perairan Pulau Balang Lompo menggulung tinggi karena angin yang kencang sehingga perahu pedagang karang itu hampir tenggelam.Kemudian pedagang karang tersebut berpikir untuk membuang karang dagangannya itu ke laut,karena pedagang karang itu menganggap bahwa batu karangnya terlalu berat dan mengancam keselamatannya.Akhirnya pedagang karang tersebut membuang semua karang dagangannya ke laut.
            Batu tersebut pertama kali dikenal oleh warga Pulau Balang Lompo dengan nama Batu Massonggoa. Seiring berjalannya waktu,menurut warga Pulau Balang Lompo Batu tersebut mengalami pertumbuhan dari kecil menjadi besar.Sehingga warga Pulau Balang Lompo mengganti nama batu itu menjadi Batu Siboronga.Alasannya karena batu itu semakin membesar dan terdapat lubang di dalam batu tersebut.Adapun kepercayaan sebagian warga Pulau Balang Lompo terhadap batu tersebut,yaitu mereka menganggap bahwa batu itu dihuni oleh makhluk gaib,dalam bahasa Makassar Pulau Balang Lompo disebut Patanna Pakrasangan.
            Menurut Dg. Muna (2009) menyatakan bahwa yang merupakan salah satu warga Pulau Balang Lompo bahwa penghuninya itu benar-benar ada, bahkan dia pernah melihat wujudnya dalam bentuk manusia.Tidak semua orang dapat melihat makhluk gaib penghuni batu tersebut,hanya orang yang diridhoi oleh Allah yang dapat melihatnya.

B. Pengelolaan Secara Tradisionil
          Menurut Nikijuluw dkk,1997 bahwa sistem pengelolaan secara tardisional telah banyak diterapkan diberbagai negara,terutam dinegara-negara yang dikelilingi lautan seperti Jepang (Hasegawa,1993 ; Hirasawa,1993 ), Pasifik Selatan ( Doulman,1993 : Hviding, 1991 : Baines, 1989 ) Philipina ( Alix, 1989 : Flores dan Silvestre, 1987 ) dan Kepulauan Mikronesia ( Smith, 1991 ).
          Di Indonesia telah sejak lama berkembang sistim pengelolaan perikanan pantai oleh masyarakat setempat antara lain ”Sasi” di Maluku ( Zerner, 1992 : Nikijuluw, 1994 ), peraturan tentang pengeloaan pantai dan budidaya rumput laut di Bali ( Basuki & Nikijuluw, 1996 ), hukum adat laut atau ”Panglima Laut” di Aceh ( Nurasa et al, Wahyono et al ). Demikian pula di perairan sungai dan danau terdapat aturan-aturan lokal seperti yang terdapat di Sumatera Utara yaitu ”Lubuk Larangan” dan di Kalimantan Tengah ( Wahyono, et al, 1992 ). Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan berdasarkan komunitas setempat dapat memberikan dampak yang sangat positif terhadap kelestarian sumberdaya pantai.
          Dalam perkembangannya, aturan adat oleh komunitas teresbut dipengaruhi/ dimasuki aturan-aturan yang di keluarkan oleh pemerintah atau hukum positif yang mengatur tentang kelestarian lingkungan perairan. Dalam hal ini muncul istilah ko-manajemen atau pengelolaan bersama antara komunitas setempat dengan pemerintah. Pendekatan pengelolaan yang demikian di anggap sebagai alternatif yang lebih baik dalam pengelolaan sumberdaya perikanan ( Jentoft, 1989 ; Mc.Cay, 1993 ; Pomeroy dan Pido, 1995 ). Ko-manejemen berarti bahwa lembaga pemerintah dan masyarakat nelayan secara kemitraan melaksanakan pembagian kewajiban dan otoritas dalam pengelolaan perikanan ( Pomeroy & Williams, 1994 ). Proses terjadinya ko-manejemen dapat dalam bentuk : 1) lembaga pemerintah secara formal mengakui aturan-aturan secara informal sudah diimplementasikan oleh nelayan, 2) otaritas pelaksanaan suatu peraturan formal diserahkan dari pemerintah kepada nelayan.
          Herarki bentuk-bentuk ko-manajemen diantaranya dikemukakan oleh Pomeroy & Williams ( 1994 ); Mc.Cay (1993) dan Berkes ( 1994 ). Menurut mereka bentuk-bentuk ko-manejemen terletak antara dua kutub yaitu secara terpusat oleh pemerintah dan secara lokal oleh masyarakat. Bila pengelolaan sumberdaya dilakukan sendiri oleh pemerintah atau oleh masyarakat maka ko-manejemen tidak terbentuk. Akan ada ko-manejemen jika terdapat pembagian tanggung jawab, otoritas dan kewajiban antara pemerintah dan masyarakat lokal.
C. Pengelolaan Sumber daya Hayati Komunitas Lokal Panglima Laut di Aceh
          Provinsi Aceh memiliki hukum-hukum adat yang besar dan hingga saat ini masih tetap dipertahankan. Hukum-hukum ini sebagian besar dibuat dan dirancang pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada tahun 1607 – 1636 ( Zainuddin, 1961 ).
          Hukum adat laut atau sering disebut Panglima Laut mereupakan bagian daripada urusan adat. Selain Panglima Laut, ada beberapa sistem tradisional yang masih berjalan hingga sekarang. Setidaknya ada 14 hukum adat yang mengatur tata cara dalam hubungan masyarakat, ekonomi dan sosial. Hukum adat tersebut antara lain adat perkawinan, adat blank ( pengaturan tentang bersawah ), adat glee ( pengaturan hasil hutan ), adat ibadah dan sosial, adat memelihara hewan, adat semuga ( pengaturan tentang pembukaan tempat perkebunan ) dll. ( Zainuddin 1961).
          Hukum adat laut merupakan serangkaian kaidah yang diperuntukkan bagi kelompok orang yang menggunakan laut sebagai tempat mencari nafkah ( Miga,1998).Pengertian ”lhok” dalam hal ini teluk ,dimana umumnya nelayan terkonsentrasi didaerah tersebut atau di muara sungai ( kuala .
          Pada awalnya hukum adat laut ini diatur secara lokal pada masing-masing wilayah kerja panglima laut.hukum ini mulanya tidak tertulis secara rinci dan ketentuan sanksi masing-masing lokasi sangat bervariasi. Hal ini karena pada waktu itu penangkapan ikan dilaut masih menggunakan alat-alat yang sederhana dan tidak menggunakan mesin. Dengan berkembangnya teknologi dalam bidang perikanan yang dimulai pada sekitar tahun 1970 maka hukum adat laut pun mengalami perkembangan dan beberapa perubahan. Hal ini dimulai dengan diselenggarakannya musyawarah Panglima laut sekabupaten Aceh besar pada bulan januari 1972 di Banda Aceh. Dalam musyawarah tersebut dibentuk lembaga Panglima Laut Kabupaten yang kemudian menjadi lembaga hukum adat laut Motor boat ( motor tempel ) di krueng ( sungai ) Aceh ( Miga, 1988 ).
          Dalam musyawarah tersebut telah berhasil merumuskan beberapa ketentuan tata cara penangkapan ikan dengan payang, peraturan penangkapan ikan dengan motor boat dan perahu dayung. Sebelumnya aturan tersebut tidak tercantum dalam hukum adat laut.
          Pada bulan Desenber 1978 diadakan musyawarah yang kedua yang menghasilakan sebuah keputusan tentang penambahan dan penyempurnaan hukum adat laut yang menyangkut persidangan hukum adat laut tata cara penangkapan ikan dengan motor boat, ketertiban administrasi keuangan serta sanksi hukum yang dikenakan terhadap pelanggar ketentuan hukum adat laut.
          Akhirnya pada Januari 1992 diadakan musyawarah Panglima Laut se-provinsi Daerah Istimewa Aceh di Langsa ( Aceh Timur ) yang bertujuan menyeragamkan aturan-aturan yang bersifat umum seperti susunan organisasi dan lembaga hukum adat laut, fungsi tugas Panglima laut, proses pemilikan Panglima Laut, hukum adat laut dll.
          Dalam perkembangannya, Panglima laut telah banyak mengalami kemajuan yang berarti. Masuknya unsur-unsur peraturan pemerintah seperti Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup kedalam hukum adat merupakan suatu kemajuan yang cukup berarti. Tetapi dibalik kemajuan-kemajuan yang diperoleh, hambatan/kendala juga timbul dalam hukum adat laut ini. Berdasarkan hasil pengamatan ada kecebdrungan bahwa nelayan yang berusia dibawah 35 tahun tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang Panglima Laut, walaupun mereka sangat patuh pada Panglima Laut. Pada awalnya Panglima laut memiliki lingkungan  kekuasaan yang ditentukan Hulu Balang atau Raja. Pada umumnya membawahi satu kuala ( teluk ), tetapi ada Panglima laut yang menguasai dua atau tiga kuala, tergantung dari banyaknya nelayan yang bermukim didaerah tersebut.
          Saat ini kekuasaan Panglima laut pada umumnya meliputi wilayah kecamatan yang lebih dikenal dengan nama Panglima Laut Lhok. Sedangkan kumpulan dari Panglima laut lhok yang ada diwilayah kabuapaten disebut Panglima laut kabupaten. Sealai itu juga ada l4embaga peradilan hukum adat laut yang dibentuk apabila terjadi sengketa yang perlu diselesaikan oleh Panglima laut kabupaten. Selain itu juga ada lembaga peradilan hukum adat laut yang dibentuk apabila terjadi sengketa yang perlu diselesaikan oleh Panglima Laut kabuapten. Pemerintah dalam hal ini Kepala Desa ( Keuchik ), Dinas Perikanan berperan sebagai penasehat dalam organisasi tersebut. Dalam pelaksanaan Panglima laut lhok berhadapa langsung dengan nelayan. Setiap sengketa yang terjadi antar nelayan harus diselesaikan oleh Panglima laut lhok. Bila sengketa tersebut terjadi antar nelayan yang berbeda Panglima laut, malka diselesaikan oleh Panglima laut kabupaten.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.       Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah  dilaksanakan pada bulan Juni  sampai Juli  tahun 2009,  di Pulau Balang Lompo Kecamatan Liukang Tupabbiring Selatan Kabupaten Pangkep Propinsi Sulawesi Selatan.
B.      Alat dan Bahan
            Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi daftar kuisiner, alat tulis kantor (ATK), perahu, Peta dan masyarakat sebagai responden.
C.    Metode Penelitian
a.    Jenis Penelitian
            Penelitian ini adalah merupakan penelitian survey, dimana peneliti secara  langsung melakukan wawancara dilapangan dengan menggunakan daftar kuisioner.
b.    Populasi dan Sampel
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Pulau Balang Lompo, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat Pulau Balang Lompo yang tersebar dengan jumlah 50 orang.
c.    Variabel Penelitian
*      Variabel bebas         : eksistensi Batu Pangngalle
*      Variabel control        : pelestarian ekosistem terumbu karang
*      Variabel terikat          : pelestarian ekosistem terumbu karang
d.    Teknik Pengambilan Data
Untuk mendapatkan data yang akurat maka didalam pengambilan data yang dilakukan adalah memilih masyarakat berdasarkan tingkatan umur masing-masing mewakili kelompok lanjut usia, dewasa dan remaja dengan persentase jumlah responden yang di wawancarai adalah sama jumlahnya sebagai sampel,  berhubung karena jumlah penduduknya banyak, maka penentuan jumlah responden dilakukan pengambilan contoh secara acak.
Setelah penentuan jumlah responden masyarakat yang di wawancarai yang mewakili ketiga kategori kelompok umur tersebut diatas (lanjut usia, dewasa dan remaja) dengan  metode pengambilan contoh secara acak (random sampling) yaitu memberikan kesempatan yang sama terhadap setiap anggota atau setiap orang dalam populasi.  Pengambilan data dilakukan  dengan cara wawancara (daftar questioner),  Jumlah responden yang diwawancarai  adalah sekitar 50 orang dari jumlah responden yang ada.
e.    Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.        Metode angket : dalam metode ini terdiri dari 13 pertanyaan. Angket yang dimaksudkan berisikan daftar pertanyaan yang dibagikan kepada 50 responden yang mewakili 3 kelompok umur masyarakat disertai dengan penjelasan dan wawancara.
2.        Metode dokumentasi : pengambilan gambar-gambar penting dari wilayah penelitian sebagai bukti fisik bahwa penelitian benar-benar dilakukan, serta mengumpulkan referensi dan data relevan melaui literatur-literatur dalam media cetak dan media elektronik.
3.        Metode wawancara : tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan lebih mengenai objek penelitian dalam hal ini pemuka adat dan masyarakat biasa.
            Sehubungan dengan hal tersebut, maka sesuai tujuan penelitian yang akan dicapai dan metode penelitian yang digunakan maka data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis sumber data, yakni :
a.        Data primer : yaitu data yang diperoleh dari masyarakat dengan kategori ketiga kelompok umur  dengan jalan melakukan wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disusun sesuai dengan keperluan analisis dan tujuan penelitian.  Data yang dikumpulkan dari masyarakat secara umum meliputi sejarah keberadaan batu pangngalle, fungsi dan peran batu pangngalle, efektifitas batu pangngalle dalam pelestarian terumbu karang dan pandangan masyarakat tentang batu pangngalle. 
b.        Data Sekunder  : yaitu data penunjang yang dikumpulkan dari dinas perikanan dan kelautan, statistik,  Data yang dikumpulkan mencakup  data jumlah   penduduk pulau Ballang Lompo,  kegiatan ekonomi di wilayah penelitian dan lain-lain.
D.    Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang dianalisis secara kualitatif adalah menyangkut sejarah keberadaan batu pangngalle, persepsi masyarakat terhadap batu pangngalle. Untuk data yang dianalisis secara kuantitatif yang akan dinyatakan dalam presentase.






BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.   Gambaran Umum Pulau Balang Lompo
  • Batas Wilayah
Pulau Balang Lompo terletak di Kelurahan Liukang Tupabbiring Selatan Kabupaten Pangkep dengan luas 8 km2 dengan batas-batas administratif sebagai berikut :
-          Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Mattiro Dolangeng;
-          Sebelah Timur berbatasan dengan Pesisir Kabupaten Pangkep;
-          Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Makassar;
-          Ida0003.jpgSebelah Barat berbatasan dengan  Desa Mattiro Bone dan Desa Mattaro Adae.

·        Penduduk
Kondisi masyarakat Pulau Balang Lompo tidak jauh berbeda dengan masyarakat di desa pada umumnya. Hanya saja pada daerah ini kegiatan ekonomi masyarakat terpusat pada kelautan yaitu sebagai nelayan. Jumlah penduduk Pulau Balang Lompo adalah 2624 orang ( 617 KK ) yang terdiri dari 1323 laki-laki dan 1301 perempuan. Penduduk pulau ini mayoritas beretnis Bugis Makassar dan bahasa yang digunakan sehari-hari pada umumnya adalah Bahasa Makassar.







Gambar 2. Diagram masyarakat berdasarkan jenis           
Gambar 3. Diagram Masyarakat tentang Tingkat Pendidikan
B.  Sejarah Keberaadan Batu Pangngalle
Asal muasal Batu Pangngalle,pada waktu dahulu ada seorang pedagang karang yang mendatangi Pulau Balang Lompo, saat itu ombak di sekitar perairan Pulau Balang Lompo menggulung tinggi karena angin yang kencang sehingga perahu pedagang karang itu hampir tenggelam.Kemudian pedagang karang tersebut berpikir untuk membuang karang dagangannya itu ke laut, karena pedagang karang itu menganggap bahwa batu karangnya terlalu berat dan mengancam keselamatannya. Akhirnya pedagang karang tersebut membuang semua karang dagangannya ke laut.
Batu tersebut pertama kali dikenal oleh warga Pulau Balang Lompo dengan nama Batu Massonggoa. Seiring berjalannya waktu, menurut warga Pulau Balang Lompo Batu tersebut mengalami pertumbuhan dari kecil menjadi besar. Sehingga warga Pulau Balang Lompo mengganti nama batu itu menjadi Batu Siboronga. Alasannya karena batu itu semakin membesar dan terdapat lubang di dalam batu tersebut.Adapun kepercayaan sebagian warga Pulau Balang Lompo terhadap batu tersebut, yaitu mereka menganggap bahwa batu itu dihuni oleh makhluk gaib,dalam bahasa Makassar Pulau Balang Lompo disebut Patanna Pakrasangan.
C. Pengetahuan  dan  Kepercayaan masyarakat terhadap Kearifan Lokal Batu Pangngalle
Hasil analisis persentase yang dilakukan terhadap pengetahuan masyarakat tentang Batu Pangngalle disajikan pada tabel  dibawah ini :



Tabel 1.  Pengetahuan masyarakat tentang Batu Pangngalle di Pulau Balang Lompo
No
Kriteria
Responden
Persen (%)
1
Sangat tahu
8
16
2
Tahu
15
30
3
Kurang tahu
21
42
4
Tidak tahu
6
12
Jumlah
50
100
Berdasarkan tabel diatas menjelaskan bahwa dari 50 responden yang di wawancarai terdapat 16 % mengatakan sangat tahu tentang batu pangngalle, 30 % mengatakan tahu, 42 % mengatakan kurang tahu dan 12 % mengatakan tidak tahu. Hasil persentase tersebut menunjukkan bahwa kearifan lokal batu pangngalle telah mengalami pergeseran nilai khususnya responden dari kalangan remaja seiring dengan perkembangan waktu. Walaupun demikian kearifan lokal batu pangngalle tersebut umumnya masih dikenal dengan baik dikalangan masyarakat.

Selanjutnya di dalam kegiatan rutinitas batu pangngalle yang dilaksanakan oleh masyarakat berupa upacara adat yang dilaksanakan setiap tahunnya. Hasil analisis persentase yang dilakukan disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 2.   Bentuk upacara adat yang berkaitan dengan Batu Pangngalle
No
Upacara adat
Jumlah
Persen (%)
1
barazanji
3
6
2
suro baca (doa)
5
10
3
sesajian
42
84
Jumlah
50
100

Berdasarkan tabel diatas menjelaskan 6% mengatakan bentuk upacara adat yang berkaitan dengan batu pangngalle adalah barazanji, 10% mengatakan suro baca dan 84% mengatakan sesajian. Dari persentase tersebut menunjukkan bahwa upacara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat ada 3 bentuk yang dilakukan, dan yang paling dominan adalah sesajian. Pelaksanaan upacara adat yang dilakukan setiap tahunnya oleh masyarakat frekuensi  kegiatannya berbeda-beda sesuai kesiapan kelompok masyarakat atau rejeki yang mereka dapatkan setiap tahunnya.
Persentase kegiatan upacara adat batu pangngalle disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.  Frekuensi  kegiatan upacara adat yang berkaitan dengan Batu Pangngalle dalam 1 tahun
No
Frekuensi
Jumlah
Persen (%)
1
3 kali
1
2
2
2 kali
1
2
3
1 kali
48
96
Jumlah
50
100

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa dari 50 responden 2% mengatakan frekuensi kegiatan upacara adat yang berkaitan dengan batu pangngalle setiap tahunnya  adalah 3 kali, 2% mengatakan 2 kali, 96% mengatakan 1 kali.  Dengan demikian jika dianalisis lebih jauh upacara adat dilakukan oleh masyarakat sangat ditentukan oleh strata sosialnya (pendapatan yang diperoleh).



Tabel 4.  Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Batu Pangngalle
No
Tingkat Kepercayaan
Jumlah
Persen (%)
1
Sangat percaya
26
52
2
Kurang percaya
15
30
3
Tidak percaya
9
18
JUMLAH
50
100

Berdasarkan tabel diatas hasil analisis tingkat kepercayaan masyarakat terhadap batu pangngalle menjelaskan bahwa dari 50 responden 10% mengatakan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap batu pangngalle sangat percaya, 42% mengatakan percaya, 30% mengatakan kurang percaya, 18% mengatakan tidak percaya.
Jika disimak dari jawaban para responden berdasarkan tabel 4.6. kelompok responden lanjut usia dan dewasa tingkat kepercayaannya masih sangat kuat terhadap keberadaan batu pangngalle, sedangkan remaja kurang percaya atau ragu-ragu.
D.  Sanksi-Sanksi Bagi Masyarakat yang melanggar Batu Pangngale
Untuk mempertahankan keberadaan batu pangngalle oleh masyarakat menetapkan 3 bentuk sanksi yaitu a) dikucilkan masyarakat, b) sanksi adat dan c) mendapat musibah/karma. Adapun sanksi-sanksi tersebut direspon berbeda-beda oleh masyarakat. Hasil analisis persentase yang dilakukan disajikan pada tabel berikut:
Tabel 5.  Sanksi-Sanksi  yang melakukan  penangkapan ikan di Kawasan    Batu  Pangngalle
No
Sanksi
Jumlah
Persen (%)
1
Dikucilkan masyarakat
10
20
2
Mendapat sanksi adat
24
48
3
Mendapat musibah/karma
16
32
JUMLAH
50
100

Pada tabel diatas menjelaskan bahwa dari 50 responden 20% mengatakan akibat pelanggaran penangkapan ikan di kawasan Batu Pangngalle adalah dikucilkan masyarakat, 48% mengatakan mendapat sanksi adat dan 32% mengatakan mendapat musibah/karma.
Dari ketiga sanksi yang diberlakukan maka yang paling ditakuti oleh masyarakat adalah karma (musibah) menurut mereka sanksi ini berlaku secara keseluruhan artinya didalam satu rumpun keluarga 1 (satu) orang anggota keluarga yang melakukan pelanggaran maka tidak tertutup kemungkinan anggota keluarga yang lainnya mendapatkan karma (hukuman) dari yang menghuni kawasan batu pangngalle .  Berbeda dengan sanksi-sanksi lainnya berupa dikucilkan didalam masyarakat dan sanksi adat berupa melaksanakan upacara adat  dan  pengakuan bersalah.
E.   Batu Pangngalle dan Sumber Pendapatan  Nelayan
Berdasarkan uraian diatas hasil wawancara dengan nelayan yang mengetahui dengan baik kawasan ini bahwa batu pangngalle adalah merupakan suatu kawasan perairan yang didalamnya terdapat sekumpulan terumbu karang yang masih cukup bagus terletak antara Pulau Balang Lompo dan Balang Caddi. Secara garis besarnya, pembagian batu pangngalle ada 2 bagian yakni bagian dalam (pusat) dan bagian luar yang meliputi pinggiran batu pangngalle (pinggir karang bagian luar). Pinggiran karang bagian luar ini diperbolehkan untuk melakukan penangkapan.  Jarak diantara kedua pulau ini sangat dekat dengan batu pangngalle.
Hasil wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa rata-rata nelayan yang beroperasi di bagian luar batu pangngalle mendapatkan hasil tangkapan yang banyak, disamping jumlah hasil tangkapan banyak, jenis ikan yang ditangkap pun nilai jualnya mahal. Menurut nelayan bahwa di kawasan perairan batu pangngalle terdapat banyak ikan, baik ikan permukaan (pelagis) maupun ikan demersal (ikan yang hidup di habitat bersubstrak karang, pasir dan pasir bercampur karang). 
Adapun jenis-jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan yang beroperasi dipinggiran luar batu pangngalle terdiri dari spesies  ikan kerapu,  baronang, kakap, kakatua dan berbagai jenis ikan karang/demersal lainnya. Sedangkan untuk ikan pelagis (ikan permukaan) terdiri dari ikan tembang, cakalang, layang, kembung dang dan lain-lain sebagainya.
Pada umumnya nelayan melakukan penangkapan di pinggiran luar batu pangngalle memperoleh pendapatan sekitar Rp. 50.000 – Rp. 150.000 setiap harinya. Keuntungan lainnya jika nelayan melakukan penangkapan di kawasan batu pangngalle yakni 1) jarak tempuh dari pulau Balang Lompo (fishing base) menuju daerah penangkapan ikan (fishing ground) sangat dekat, 2) waktu tempuh tidak terlalu lama, 3) biaya bahan bakar sedikit dan 4).  Jarak tempuh dekat maka kapal/perahu nelayan tahan lama.
Hasil analisis data yang dilakukan terkait kearifan lokal keberadaan batu pangngalle terhadap hasil tangkapan nelayan disajikan pada tabel berikut:
Tabel 6.   Pengaruh Batu Pangngalle terhadap hasil Tangkapan  nelayan di pulau Balang Lompo
No
Pengaruh
Jumlah
Persen (%)
1
Sangat berpengaruh
32
64
2
Tidak berpengaruh
18
36
Jumlah
50
100

Pada tabel diatas menjelaskan bahwa dari 50 responden 64% mengatakan pengaruh Batu Pangngalle terhadap hasil tangkapan ikan nelayan di pulau Balang Lompo sangat berpengaruh, 36% mengatakan tidak berpengaruh.
F.   Batu Pangngalle dan Pelestarian ekosistem terumbu karang
Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa batu pangngale adalah sekumpulan batu karang yang dijaga dan dilindungi oleh masyarakat berdasarkan kearifan lokal masyarakat Pulau Balang Lompo. Perlindungan terumbu karang yang dilakukan oleh masyarakat adalah merupakan upaya untuk melestarikan ekosistem terumbu karang. Bentuk-bentuk pelestarian ekosistem terumbu karang yang dilakukan oleh masyarakat dengan tidak hanya pada tataran perlindungan saja tetapi juga dalam hal pemanfaatan sumberdaya perikanan yang terdapat didalamnya khususnya penangkapan ikan.  Hasil analisis yang dilakukan terkait alasan nelayan tidak menangkap ikan di kawasan Batu Pangngalle disajikan pada tabel berikut:
Tabel 7. Alasan  Nelayan   tidak  Menangkap Ikan di Kawasan Batu Pangngalle
No
Indikator
Jumlah
Persen (%)
1
Takut/tradisi
34
68
2
Ikut-ikutan
16
32
Jumlah
50
100

            Pada tabel di atas menjelaskan bahwa dari 50 responden 68% mengatakan alasan masyarakat tidak menangkap ikan di  kawasan Batu Pangngalle karena takut/tradisi dan 32% mengatakan karena ikut-ikutan.
            Persentase jumlah nelayan yang tidak menangkap di kawasan batu pangngalle masih lebih besar dari pada nelayan yang menangkap di batu pangngalle. Hal ini menunjukkan bahwa kearifan lokal ini masih dipegang teguh oleh masyarakat khusus masyarakat Pulau Balang lompo. Walaupun masih ada sebagian kecil yang menangkap tetapi dengan alasan ikut-ikutan berarti bahwa jumlah nelayan menangkap ikan ikut-ikutan tersebut dapat dihilangkan atau diatasi.
Eksistensi kearifan lokal dalam hal ini  batu pangngalle terhadap pelestarian ekosistem terumbu karang sangat efektif, dengan melihat beberapa indikator yang nyata misalnya pendapatan nelayan yang beroperasi di pinggiran luar batu pangngale meningkat (50.000-150.000) perhari dan kondisi terumbu karang sekarang ini berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan yang menyatakan bahwa kondisinya bagus. Dengan banyak hasil tangkapan yang beroperasi dikawasan batu pangngalle menunjukkan bahwa terumbu karangnya masih baik. Oleh karena tidak mungkin banyak ikan yang ditangkap oleh nelayan jika karangnya sudah rusak.
G.   Batu Pangngalle dan pengelolaan ekosistem terumbu karang berbasis konservasi
Batu pangngalle yang merupakan potensi sumberdaya sosial yaitu kearifan lokal yang telah dipertahankan oleh masyarakat sejak lama. Batu pangngalle dikenal oleh masyarakat adalah merupakan salah satu kawasan perairan yang dilindungi karena memiliki terumbu karang yang kondisinya masih baik dan jenis-jenis ikan yang  beranekaragam. Perlindungan yang dilakukan adalah merupakan suatu komitmen masyarakat dan tokoh masyarakat pada saat itu untuk mempertahankan keberadaan terumbu karang. Disamping komitmen untuk mempertahankan terumbu karang oleh masyarakat mengenal kawasan batu pangngalle sebagai suatu wilayah yang dikeramatkan, sehingga setiap tahunnya dilakukan upacara adat.
Hasil wawancara yang dilakukan diperoleh informasi bahwa kawasan batu pangngalle dibagi menjadi 2 bagian yaitu 1) kawasan batu pangngalle bagian dalam (possina) dan 2) kawasan batu pangngalle bagian luar (pagunna). Yang dimaksud batu pangngalle bagian dalam ini merupakan kawasan batu pangngalle inti, kawasan ini tidak boleh dimasuki sama sekali apalagi dengan tujuan pemanfaatan atau penangkapan. Jika terdapat masyarakat yang melakukan pelanggaran khususnya menangkap ikan di kawasan batu pangngalle bagian dalam  ini maka secara otomatis akan dikenakan sanksi yang berlaku sebagaimana yang telah disebutkan diatas yakni a). dikucilkan masyarakat, tinggal pulau kosong untuk hidup sendiri), b) sanksi adat (denda menyiapkan perlengakap upacara adat)  c) karma (sakit baik yang melanggar langsung maupun sanksi berlaku terhadap anggota keluarga yang melakukan pelanggaran.
Adapun orang yang menjalankan sanksi-sanksi dari kearifan lokal batu pangngalle adalah Pinati. Pinatilah yang menjalankan hukum/ sanksi yang telah diberlakukan. Pinati jugalah yang memberikan bantuan pengobatan apabila terdapat anggota yang terkena sanksi karma.
Untuk kawasan batu pangngalle bagian luar yang merupakan kawasan pemanfaatan sumberdaya khususnya ikan-ikan yang hidup disekitar kawasan perairan tersebut. Walaupun kawasan bagian luar batu pangngalle dibuka untuk pemanfaatan tetapi alat tangkap yang digunakan pun dibatasi pada spesifikasi alatnya jenis pancing.
Jika disimak lebih jauh bahwa pemanfaatan dikawasan batu pangngalle bagian luar tetap terseleksi baik ukuran maupun jumlah yang diperbolehkan ditangkap, sebagimana kita ketahui bersama bahwa pancing sangat selektif menangkap ikan sesuai ukuran yang kita inginkan demikian juga jumlah mata pancing sangat menentukan kauntitas hasil tangkapan ikan yang tertangkap.  Pada bagian berikut ini terdapat peta wilayah dan gambar sketsa kawasan batu pangngalle di Pulau Ballang Lompo.






Selanjutnya hasil perhitungan luasan kawasan batu pangngalle bagi dalam (possi’na) diperkirakan 2 km2, sedangkan luasan kawasan batu pangngalle bagian luar (pagunanna) keseluruhan kawasan ada antara perairan pulau Balang Lompo dengan Pulau Balang Caddi.
Kesesuaian program daerah perlindungan laut dengan kondisi sosial budaya masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir  memiliki peran yang sangat besar dalam pelestarian sumberdaya terumbu karang dengan mencegah tindakan-tindakan destruktif, seperti penggunaan bom, sianida, dan pengoperasian gardan oleh nelayan dari luar Pulau Balang Lompo. Beberapa hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang erat antara mata pencaharian nelayan dengan pemahaman terhadap ekosistem terumbu karang. Artinya masyarakat Pulau Balang Lompo yang berprofesi sebagai nelayan utama (tidak memiliki mata pencaharian selain menangkap ikan) memiliki tingkat pemahaman yang tinggi terhadap ekosistem terumbu karang.
Pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang berbasis konservasi dewasa ini pada tingkat kabupaten diarahkan pada pembentukan kawasan konservasi laut daerah (KKLD) dan pada tingkat desa/kelurahan diarahkan pada terbentuknya daerah perlindungan laut (DPL). Baik KLLD maupun DPL telah dikelola sedimikian rupa sehingga kawasan perairan yang terdapat didalamnya telah diatur sesuai peruntukannya. Paling tidak dalam suatu kawasan konservasi terdapat zona inti, penyangga dan zona pemanfaatan. Untuk pemanfaatan sumberdaya hayati yang ada didalam kawasan konservasi tersebut alat tangkap yang digunakan juga harus sesuai.
Dengan demikian antara batu pangngalle dengan pengelolaan ekosistem terumbu karang berbasisi konservasi (KKLD atau DPL) yang telah digalakkan oleh pemerintah lewat Departemen Kelautan dan Perikanan maupun program Coremap II memiliki kesamaan bentuk pengelolaan. Olehnya itu diharapkan bagi pemerintah dapat membantu masyarakat didalam melestarikan sumberdaya terumbu karang dengan memberikana peranan yang nyata khususnya bagi pemangku adat batu pangngalle (Pinati)
Dengan demikian bahwa program konservasi laut yang bertujuan melindungi ekosistem terumbu karang dari berbagai kegiatan yang bersifat destruktif, tentunya sejalan dengan kondisi sosial masyarakat setempat di Pulau Balang Lompo (batu pangngalle), baik yang secara langsung terkait dengan keberadaan terumbu karang (nelayan) maupun yang tidak terkait secara langsung.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A.     Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil penelitian kami,yaitu :
1. Bahwa eksistensi Batu Pangngalle sebagai kearifan local dalam pelestarian ekosistem terumbu karang dapat dijadikan salah satu alternative dalam pelestarian ekosistem terumbu karang.
2. Bahwa kearifan local memiliki peranan dalam pelestarian ekosistem terumbu karang di mana kearifan local sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal setempat.
3. Bahwa terdapat kesamaan antara eksistensi Batu Pangngalle sebagai kearifan local dengan system pengelolaan ekosistem terumbu karang berbasis konservasi.
B.   Saran-saran
1. Penulis mengharapkan agar Batu Pangngalle sebagai kearifan lokal bukan saja berada di Kabupaten Pangkep, khususnya di Pulau Balang Lompo akan tetapi istilah “Batu Pangngalle” sebagai kearifan lokal juga berada di daerah lain untuk menjaga kelestarian ekosistem terumbu  karang.
2. Penulis mengharapkan kepada masyarakat Pulau Balang Lompo Kabupaten Pangkep agar eksistensi Batu Pangngalle tetap dilestarikan dari generasi ke generasi, sehingga kearifan local tersebut tidak punah/hilang.


3.  Penulis mengharapkan kepada Pemerintah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan agar lebih melindungi dan memperhatikan eksistensi Batu Pangngalle sebagai kearifan lokal yang merupakan salah satu alternative dalam pelestarian ekosistem terumbu karang.


















DAFTAR PUSTAKA
Afdal,Muhammad,dkk.2008.Persepsi Masyarakat Terhadap Penanaman Bakau Sebagai Fungsi Fisik Pelestarian Ekosistem Terumbu Karang di Daerah Pesisir Tekolabbua,Karya Tulis Ilmiah.Pangkep : tidak diterbitkan.
Basuki,Riyanto,dkk.1997.Ko-Manejemen Perikanan Pantai Masyarakat Adat dan Pemerintah di Indonesia.Jakarta : tidak diterbitkan.
Christanty,Linda.2008.Pemanfaatan Ekonomi, Pengelolaan, pelestarian pesisir dan laut.Jakarta : COREMAP-LIPI
Dahuri,R.2003.Keanekaragaman Hayati Laut.Jakarta : PT.Gramedia
Kissya,Eliza.1993.Sasi Aman Haru-Ukui.Haruku : Yayasan Sejati.
Lutan, Rusli.2001.Keniscayaan Pluralitas Budaya Daerah.Bandung : Angkasa
Nurhayati,dkk.2008.Dinamika Pesisir Dan Laut.Jakarta :COREMAP-LIPI
Pratiwi,Rianta dkk.2008.Pesona Laut Kita.Jakarta : COREMAP – LIPI
……….,2007.Profi Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Pangkep.Pangkep : COREMAP-PANGKEP






LAMPIRAN
DAFTAR PERTANYAAN
1.Bagaimana pengetahuan Anda tentang BATU PANGNGALLE ?
a.Sangat tahu            b.Tahu                      c.Kurang tahu          d.Tidak tahu

2.Apa akibat penangkapan ikan di daerah BATU PANGNGALLE ?
a.Dikucilkan masyarakat    b.Sanksi adat            c.Musibah / Karma

3.Dalam bentuk apa upacara adat yang berkaitan dengan BATU PANGNGALLE ?
a.Barazanji                b.Suro`baca              c.Sesajian

4.Berapa kali diadakan upacara adat yang berkaitan dengan BATU PANGNGALLE dalam 1 tahun ?
a.3 kali                       b.2 kali                       c.1 kali                        d.Tidak pernah

5.Bagaimana pengaruh BATU PANGNGALLE terhadap cara penangkapan ikan nelayan di Pulau Balang Lompo ?
a.Sangat berpengaruh     b.Berpengaruh     c.Kurang berpengaruh   
 d.Tidak berpengaruh

6.Bagaiman tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BATU PANGNGALLE?
a.Sangat percaya     b.Percaya      c.Kurang percaya    d.Tidak percaya

7.Mengapa masyarakat tidak menangkap ikan di daerah tersebut ?
a.Takut                         b.Tradisi       c.Ikut-ikutan

8.Bagaimana cara penangkapan ikan yang sering dilakukan oleh nelayan?
a.Jaring traul            b.Bom            c.Bius           d.Pancing           e.Bagang
9.Mengapa nelayan takut menangkap ikan dengan bom, bius, dan jaring traul?
a.Adanya undang-undang                                    c.Larangan agama
b.Adanya BATU PANGNGALLE               d.Sadar akan pentingnya ekosistem laut

10.Bagaimana hasil penangkapan ikan nelayan dari tahun ke tahun ?
a.Semakin banyak               b.Tetap / hampir sama         c.Semakin sedikit

11.Bagaimana penghasilan Anda dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari ?
a.Sangat mampu     b.Mampu       c.Kurang mampu     d.Tidak mampu

12.Bagaimana bentuk bantuan pemerintah terhadap nelayan ?
a.Bantuan dana                   b.Bantuan peralatan                       c.Sosialisasi
d.Membentuk organisasi    e.Tidak ada

13.Bagaimana bentuk perhatian pemerintah yang Anda inginkan ?
a.Bantuan dana                   b.Bantuan peralatan                       c.Sosialisasi
d.Membentuk organisasi    e.Dll……………….






LAMPIRAN I
BIODATA PENULIS

1.    NUR FAIDAH DJAHUDDIN
Kelompok                                                      : Mustikus Muncak
Nama Lengkap                                             : NUR FAIDAH DJAHUDDIN
Kedudukan dalam kelompok                     : Anggota Kelompok
Tempat dan Tanggal Lahir                         : Ujung Pandang, 12 Mei1992
Jenis Kelamin                                              : Perempuan
Nama Sekolah                                             : SMA Negeri 1Pangkajene
Kelas                                                              : XII IPA 2
Alamat Lengkap Sekolah                           :

            Jl. A. Mauraga No.1 Kel. Jagong
            Kec. Pangkajene
            Kab. Pangkep
            Kode Pos: 90611
            Prov. Sulawesi Selatan
            Telp. (0410) 21059

Alamat Lengkap Rumah                            :

            Jl. A. Donggo No.7 Kel. Samalewa
            Kec. Bungoro
            Kab. Pangkep
            Kode Pos : 90651
            Prov. Sulawesi Selatan
            Telp. (0410) 22079
            HP.085299555771

Kegemaran (hobi)                                        : Menyanyi
Cita-cita                                                         : Dokter
Bidang Ilmu Yang digemari                       : Biologi
Nama Orang Tua                                         : DJAHUDDIN SITA, SE
Pekerjaan Orang Tua                                  : PNS
Pendidikan terakhir                                     : S1


Pangkep,  Sepetember 2009



   (  NUR FAIDAH DJAHUDDIN  )



2.    RIZKY ALFIRA
Kelompok                                                      : Mustikus Muncak
Nama Lengkap                                             : RIZKY ALFIRA
Kedudukan dalam kelompok                     : Anggota Kelompok
Tempat dan Tanggal Lahir                         : Pangkajene, 6 Juni 1992
Jenis Kelamin                                              : Perempuan
Nama Sekolah                                             : SMA Negeri 1Pangkajene
Kelas                                                              : XII IPA 2
Alamat Lengkap Sekolah                           :

            Jl. A. Mauraga No.1 Kel. Jagong
            Kec. Pangkajene
            Kab. Pangkep
            Kode Pos: 90611
            Prov. Sulawesi Selatan
            Telp. (0410) 21059

Alamat Lengkap Rumah                            :

            Jl. Sukawati No.26 Kel. Paddoang-doangan
            Kec. Pangkajene
            Kab. Pangkep
            Kode Pos : 90611
            Prov. Sulawesi Selatan
            Telp. (0410) 2311516
            HP.085242419383

Kegemaran (hobi)                                        : Membaca Novel
Cita-cita                                                         : Akuntan
Bidang Ilmu Yang digemari                       : Bahasa Indonesia
Nama Orang Tua                                         : H. AMRAN RANI SE
Pekerjaan Orang Tua                                  : PNS
Pendidikan terakhir                                     : S1





Pangkep,   September 2009



( RIZKY ALFIRA )



3.    MUAMMAR ANWAR
Kelompok                                                      : Mustikus Muncak
Nama Lengkap                                             : MUAMMAR ANWAR
Kedudukan dalam kelompok                     : Anggota Kelompok
Tempat dan Tanggal Lahir                         : Pangkajene, 13 September 1992
Jenis Kelamin                                              : Laki-laki
Nama Sekolah                                             : SMA Negeri 1Pangkajene
Kelas                                                              : XII IPA 2
Alamat Lengkap Sekolah                           :

            Jl. A. Mauraga No.1 Kel. Jagong
            Kec. Pangkajene
            Kab. Pangkep
            Kode Pos: 90611
            Prov. Sulawesi Selatan
            Telp. (0410) 21059

Alamat Lengkap Rumah                            :

            Jl. Mappatuwo Mattoanging Kel. Mappasaile
            Kec. Pangkajene
            Kab. Pangkep
            Kode Pos : 90611
            Prov. Sulawesi Selatan
            Telp. (0410)

Kegemaran (hobi)                                        : Membaca
Cita-cita                                                         : Dosen
Bidang Ilmu Yang digemari                       : Bahasa Inggris
Nama Orang Tua                                         : H. ANWAR
Pekerjaan Orang Tua                                  : WIRASWASTA
Pendidikan terakhir                                     : SMA

           
Pangkep,    September 2009

( MUAMMAR ANWAR )


Tidak ada komentar:

Posting Komentar